Risalah dari Muhammad Badi’, Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, 12/08/2011
Penerjemah:
Abu ANaS MA
Segala puji bagi Allah, dan salawat dan salam atas Rasulullah saw, dan orang-orang yang medukungnya ..
Dalam Naungan Hijrah Nabi saw kita dapat memetik beberapa pelajaran dan ibrah; yang dengannya dapat menerangi jalan kita, merangkai model kebangkitan yang hakiki bagi umat. Dari model yang menakjubkan dan mempesona inilah yang menjadi wujud perhatian Nabi saw kepada manusia, karena pembangunan dan pengembangannya merupakan pilar utama sebuah kebagkitan; karena itulah kita perhatikan bahwa agenda pertama yang dilakukan oleh Nabi saw setelah Hijrah adalah mendirikan masjid; sebagai sarana memberikan perhatian sisi ruhiyah setiap individu, aqidah dan ibadahnya, kemudian -setelah itu- merajut ukhuwah antara pelaku dakwah; siapa yang berhijrah (Muhajir) dan siapa yang membela (Anshar); sebagai sarana memberikan perhatian sisi sosial dalam menjalin persatuan, kecintaan dan persaudaraan, kemudian -yang ketiga- mendirikan pasar sebagai sarana perekonomian umat; guna memenuhi kebutuhannya, memenuhi kehidupan mulia yang sadar akan potensinya (berniaga) dan mewujudkan kapasitas individualnya, jauh dari sistem kapitalis, penipuan dan kemampuan dalam mewujudkan kebutuhannya.
Banyak dari satu umat atau kelompok membuat program-program dalam rangka melakukan perbaikan (reformasi) yang sifatnya materi; dari sistem administrasi, undang-undang legislatif, namun mereka tidak sadar -atau lupa – bahwa unsur yang sangat urgen yang tidak kalah penting dibandingkan dengan sebelumnya, yaitu sisi spiritual emosional dan akhlak; padahal unsur tersebut adalah pilar utama dalam membangun sebuah entitas manusia; karena dengan ruh dan materi akan sempurna wujud manusia, karena itu perbaikan batin (spiritual) tidak kalah penting dari perbaikan zhahir, dan inilah yang menjadi hakikat abadi yang telah ditetapkann oleh Al-Qur’an Al-Karim:
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Ar-Ra’ad:11)
Sebagaimna Islam datang mengumandangkan pemuliaan Allah kepada manusia
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ
“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam”. (Al-Isra:70)
Sebagaimana dalam khutbah wada Nabi saw telah menjadi konstitusi abadi hak asasi manusia; pria dan wanita, mengaturdan hak dan kewajibannya, pro dan kontranya, menghapus semua perbedaan antara ras dan warna, Karena Allah SWT Tuhan semua manusia, seluruh benda dan seluruh hamba menikmati rezki-Nya, kemurahan-Nya, dan merasakan karunia dan keadilan-Nya.
Oleh karena itu, keberhasilan manhaj reformasi sangat tergantung dengan cara membersihkan jiwa dari perilaku buruknya, dan memperbaiki perilaku dan akhlak dari kekerdilannya, menanamkan nilai-nilai perilaku yang mulia, interaksi yang baik, komunikasi hati yang dekat dengan Allah dan senantiasa merasa dibawah pengawasan-Nya, serta menghadirkan yang terbaik dan untuk menahan diri dari segala kejahatan. Sebagaimana ia tergantung pada para pelaku kebangkitan secara bersamaan. Ia merupakan manhaj yang universal yang diturunkan melalui syariat samawi yang menjadi sinar terang yang menerangi gelapnya bumi dan cahaya langit yang cerah, dan pada saatnya akan terwujud keberhasilan yang pernah dikumandangkan Imam Al-Banna dalam ungkapannya:
إِذَا وُجِدَ الرَّجُلُ الصَّالِحُ تَهَيَّأَتْ لَهُ أَسْبَابُ النَّجَاحِ
“Jika ada satu orang yang baik maka memiliki banyak alasan untuk sukses”
Bahwa keberadaan manusia adalah bagian dari keseimbangan utama bagi kemajuan negara-negara berkembang; karena unsur manusia adalah kunci nyata untuk pengembangan, sebagaimana ia juga merupakan misi utamanya; sebagai faktor yang paling penting tingkat produktivitas dan salah satu aktor utama pembangunan, dan menginvestasikannya dari seluruh potensi yang dimilikinya merupakan wujud hakiki bagi seluruh bangsa menuju kemakmuran, pembangunan, pertumbuhan sosial dan ekonomi secara berkesinambungan, dan karena itu Islam sangat memberikan perhatian yang penuh kepada manusia pada semua tahapan dan berbagai kondisinya, karena itu manusia adalah makhluk paling mulia di muka bumi ini, hak yang paling penting adalah kehidupan, martabat manusia, dan kebebasan secara umum; agar dirinya mampu memiliki identitas dirinya, mampu berproduksi, berinovasi dan memimpin; meluruskan agamanya, menaikkan bendera dan melindungi tanah air dan kehormatannya.. bukankah dengan bersandar pada syura bagian dari manhaj kehidupan, dan yang akan dihasilkan darinya akan mengakomodir hak rakyat untuk memilih pemimpin dan anggota parlemen mereka serta pengawas mereka bahkan bertanggung jawab untuk memaksimalkan hak dan kedudukannya?!
Semua ini kita tidak dapat mencapainya kecuali dengan menghubungkan kebijakan politik dengan nilai-nilai dan akhlak; dari ketulusan, kesetiaan, kejujuran dan ihsan, dan hati nurani yang biasanya mengecam pemiliknya ketika ingin melakukan tindakan yang diharamkan, atau melakukan pelanggaran terhadap harta publik, atau menerima suap dengan alasan grativikasi atau komisi, atau melakukan kecurangan terhadap hak asasi manusia, atau melakukan pemalsuan terhadap kehendak atau perebutan kekuasaan, atau memberikan posisi kepada kerabat dan teman-teman dekat. Karena, tujuan besar tidak akan terealisir kecuali dengan sarana yang mulia, dan oleh karena itu kami menolak ungkapan
الغاية تبرر الوسيلة
“Tujuan membenarkan segala cara”
Namun berusaha membersihkan dan mensuؤikannya, memuliakannya hingga ke tingkat pada tingginya akhlak dan etika dalam berbisnis. Karena ketika kita menyembah Allah, tujuannya adalah untuk mereformasi dunia dengan agama.
Dengan kedua pilar tersebut: fisik dan moral (jiwa), maka setiap orang dan masyarakat akan dapat meraih prospek masa depan yang cerah, Insya Allah. Dan untuk mencapai tujuan tersebut memerlukan perhatian besar, apalagi dalam melakukan rehabilitasi yang ideal terhadap manusia; dimulai dengan memberikan layanan pendidikan dan kesehatan berkualitas, dan melalui pengembangan rencana dan program yang terkait dengan pelatihan dan rehabilitasi pada sisi ilmiah, teknis dan profesi; untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan tujuan pembangunan ekonomi dan sosial, dan tetap sejalan dengan apa yang terjadi dalam perkembangan dunia secara aktif dan perubahan teknologi, ilmiah dan budaya; dan dalam kondisi perubahan lokal, regional dan internasional, persaingan yang ketat dan polarisasi antara kekuatan-kekuatan yang berbeda. Kita tentunya menyambut berbagai perbaikan (reformasi) dari berbagai sisi, karena
الحكمة ضالة المؤمن فأين وجدها فهو أحق بها
“ilmu (hikmah) adalah sesuatu yang hilang dari orang yang beriman dimanapun berada maka ia paling berhak mendapatkannya”,
Bahwa untuk mewujudkan kemajuan ekonomi dan pertumbuhan sosial sangat bergantung pada pengetahuan manusia (SDM) dan tingkat pencapaiannya secara ilmiah yang membuatnya memiliki kemuliaan dan integritas yang tinggi, dan titik tolak itu semua adalah perhatian untuk melakukan pembinaan dan meningkatkan kemampuan dan keahliannya dalam berbagai sisi lalu menginvestasikan dan mendistribusikannya dalam berbagai bidang pembangunan.
Sejak awal, Islam telah memberikan perhatian hal tersebut dengan berfokus pada aspek nilai-nilai yang dapat membentuk kepribadian manusia, sehingga mampu berinteraksi dengan kondisi, dimulai dari aturan-aturan Islam yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah, dan yang terdapat pada perilaku dan akhlak para sahabat dan tabiin, masyarakat sekitar dan pengalaman yang dimilikinya; sebagai hasil dari melakukan pengamatan atau kontak dengan berbagai pengalaman yang berbeda dan beragam, sebagaimana karakter yang diwariskan dan cara pendidikan memberikan peran penting dalam berinteraksi dengan berbagai literatur yang beragam, dengan demikian membentuk komunitas yang terdiri dari nilai-nilai yang mampu mengendalikan perilaku dan tindakan setiap individu dan berbagai urusan lainnya.
Bahwa diantara keistimewaan terbesar dari hukum Islam adalah penghormatan dan pemuliaan eksistensi manusia, yang mana hal tersebut tidak dimiliki oleh sistem lain; pemuliaannya kepada manusia hingga pada tingkat diperintahkannya para malaikat bersujud dihadapan Nabi Adam (manusia) sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an:
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ إِلا إِبْلِيسَ اسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: “Sesungguhnya aku akan menciptakan manusia dari tanah”. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadaNya”. Lalu seluruh malaikat-malaikat itu bersujud semuanya, kecuali Iblis; Dia menyombongkan diri dan adalah Dia Termasuk orang-orang yang kafir”. (Shaad:71-74)
Keistimewaan untuk manusia ini menunjukkan bahwa Allah berhak memilihnya diantara semua makhluknya; menjadikannya sebagai khalifah di muka bumi, memakmurkannya dan melindunginya dari kerusakan, dan terus melestarikannya sesuai dengan perintah Allah di dalamnya; dan diperintahkan di dalamnya dengan syariat Allah berupa kebenaran, keadilan, reformasi dan kebaikan
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى . وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
“Lalu Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit”. (Toha:123-124)
Dan oleh karena itu pula, keistimewaan yang diberikan Allah kepada manusia (Adam) bukan dalam bentuk (tubuh) atau warna, namun dengan ilmu pengetahuan. sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ. وَعَلَّمَ آدَمَ الأسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ . قَالُوا سُبْحَانَكَ لا عِلْمَ لَنَا إِلا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ . قَالَ يَا آدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!” Mereka menjawab: “Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-nama benda ini.” Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (Al-Baqarah: 30-33)
Islam sangat menghargai hak asasi manusia yang tidak boleh diabaikan atau ditinggalkan; karena hal tersebut adalah bagian mendasar dalam pemenuhan hak-hak sipil untuk menjadi khalifah di muka bumi, dan tanpa pilar tersebut dapat mengkebiri potensi yang dimilikinya.. Dengan pemenuhan hak asasi manusia diharapkan mampu memberikan hak pundamental lainnya dan menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang; Hak untuk hidup yang tidak boleh disia-siakan dengan cara melakukan bunuh diri misalnya. Hak untuk merdeka tidak boleh diabaikan sehingga menerima penghinaan dan pelecehan;
Hak-hak ini meliputi:
- Kebebasan beragama dan tidak boleh melakukan pemaksaan; sesuai dengan firman Allah yang Maha Kuasa:
لا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
“Tidak ada paksaan dalam agama” (Al-Baqarah: 256),
dan sesuai juga dengan firman Allah:
أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
“Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?” (Yunus:99)
- Haram hukumnya melakukan pelanggaran terhadap harta dan darah manusia; sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
إن دماءكم وأموالكم عليكم حرام
“Sesungguhnya darah kalian dan harta kalian adalah haram”
Bahkan Islam juga mengingatkan pada sesuatu yang tidak menjadi perhatian para perancang Piagam Hak Asasi Manusia, dan Al-Quran telah menetapkan dalam nashnya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-Maidah:8)
Dari ayat ini dapat disimpulkan tidak boleh ada diskriminasi dalam penerapan hukum yang berkeadilan oleh sebab kebencian dan permusuhan.
- Tidak boleh ada diskriminasi dalam hak-hak fundamental atau martabat antara manusia dengan yang lain karena keyakinan, jenis kelamin, ras, keturunan, atau uang; sesuai dengan sabda Nabi saw:
كلكم لآدم ، وآدم من تراب
“Kalian adalah dari Adam, dan Adam berasal dari tanah”
dan juga sabda beliau saw :
لا فضل لعربي على أعجمي، ولا لأبيض على أسود، إلا بالتقوى
“tidak ada kelebihan antara Arab dan orang non Arab, ataupun putih atas hitam, kecuali karena taqwa”
- Menjadikan rumah untuk melindungi kebebasan manusia, sesuai dengan yang dinyatakan dalam Al Qur’an:
لا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُو
“Janganlah memasuki rumah yang bukan rumah kalian sehingga mendapatkan izin” (An-Nur:27).
- Terciptanya saling gotong royong antar anggota masyarakat pada pemenuhan hak setiap orang sebagai penjamin dalam meraih kehidupan yang layak dan kebebasan dalam mendapatkan kebutuhannya dan keinginan menyalurkan harta bagi yang mampu untuk diserahkan kepada yang membutuhkannya; sesuai dengan yang dinyatakan dalam Al Qur’an:
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ. لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”. (Al-Ma’arij:24-25)
Dan sesuai dengan sabda Nabi saw:
ليس منا من بات شبعان وجاره جوعان وهو يعل
“Bukanlah bagian dari golongan kami, seseorang yang tidur malam hari dalam kondisi kenyang sementara tetangganya kelaparan dan dirinya mengetahuinya”.
Demikianlah kita dapatkan, bahwa Islam mengangkat semua hak asasi manusia ke peringkat yang tinggi dan menjadi suatu keniscayaan yang tidak boleh dikesampingkan dan diabaikan; agar manusia senantiasa mampu memenuhi syarat untuk menjadi khalifah Allah di muka bumi, mampu melindungi dan mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta melindungi bumi dari kerusakan dan pengrusakan, dan begitupula mampu bangkit dalam memakmurkan bumi.
Bahwa pembangunan manusia merupakan pilar utama dalam membangun sebuah bangsa, dan inilah yang telah kita temukan secara gamblang dalam manhaj Nabi saw dalam sirahnya yang harum; karena itu jika kita ingin membangun sebuah bangsa secara nyata maka -lebih dahulu- kita harus meningkatkan integritas manusia dan memberikan perhatian kepadanya, dan membangunnya secara integral dan terpadu bahkan seimbang antara ilmu dan amal, iman dan akhlak, hak dan kewajiban dan kreativitas individu dan amal jama’i; tanpa mengabaikan satu sisi atas sisi yang lain, dan inilah yang ditegaskan oleh Imam al-Banna sejak awal mendirikan jamaah dan disepanjang sejarahnya akan pentingnya tarbiyah bagi individu, keluarga dan masyarakat.
Bahwa penderitaan besar yang dialami bangsa Arab dan Umat Islam di tangan para diktator selama bertahun-tahun adalah karena pengabaian terhadap nilai-nilai dan kehormatan warga negara dan tidak bergantung pada kekayaan yang berharga dan mulia ini, dan yang demikian merupakan kerugian yang nyata yang mereka jadikan sebagai jalan hidup mereka bahkan juga merupakan kehinaan dan aib pada akhir hayat mereka.
Bahwa kekayaan kita yang hakiki terletak pada sumber daya manusianya, dan menginvestasikannya, mengembankannya dan memberikan perhatian kepadanya adalah pilar utama akan kemajuan dan pertahahan akan integritas dirinya, guna dapat membangun generasi yang dapat memberikan kontribusi bagi kepentingan negara dan bangsa daripada kepentinganya sendiri, berkorban untuknya, dan mengerahkan seluruh kemampuan dari tenaga, pengetahuan dan hartanya untuk beribadah karena Allah; untuk kemajuan agama, negara dan warganya, dan untuk meraih kenikmatan di bawah naungan ridha Allah, sesuai firman Allah tentang kenikmatan hidup kita di dunia.
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”. (Quraisy:3-4)
Shalawat dan salam atas nabi kita Muhammad saw
Allah Maha Besar dan segala puji hanya milik Allah..
http://www.al-ikhwan.net/2011/12/4863/manusia-pilar-utama-kebangkitan/
0 komentar:
Posting Komentar